16 Juli 2014

Celoteh Rakyat Jelata Untuk Pemimpin Negeri


Hasil gambar untuk gambar catatan

Pada 9 Juli nanti rakyat Indonesia akan memberikan hak suaranya untuk memilih calon presiden 5 tahun ke depan. Sebagai rakyat, kami benar-benar mengharap perubahan, sesuatu yang benar-benar bisa kami rasakan. Karena selama ini sebagian besar rakyat seperti sedang berjuang sendiri untuk membayar pajak, sementara yang kami dengar dari para pejabat tak jauh dari berita korupsi.
Ada banyak harapan yang akan kami titipkan kepada presiden terpilih selanjutnya. Berikut ini yang bisa kami sampaikan, yang bisa kami mengerti sebagai rakyat biasa.

1. Pendidikan
Visi misi pendidikan gratis 12 tahun sungguh sangat kami syukuri jika benar terlaksana. Namun tolong juga diperhatikan gaji guru pesantren yang nyaris semuanya bukan PNS. Sampai saat ini mereka masih menggunakan ilmu ikhlas, benar-benar mengabdi pada negeri ini tanpa bayaran dari pemerintah. Saya yakin bapak lebih faham soal sistem yang perlu diterapkan.
Kemudian saya ingin bercerita tentang biaya kuliah di Malaysia. Di negara tetangga itu, setiap mahasiswa dengan IPK 2.75-3.0 mendapat potongan biaya sebesar 10%, untuk IPK 3.0-3.5 mendapat potongan 15%, IPK 3.5 ke atas sepanjang kuliah akan digratiskan. Secara otomatis tanpa syarat atau pengajuan. Bahkan mahasiswa luar negeri pun mendapat potongan tersebut, kecuali penggratisan bagi mereka yang memikiki IPK 3.5 ke atas secara berturut-turut hanya berlaku bagi rakyat Malaysia.
Memang sulit untuk mendapatkan IPK bagus di negara tersebut, namun tetap penghargaanya juga sangat menggembirakan. Belum lagi beasiswa dari masing-masing provinsi begitu melimpah ruah, meski syaratnya lumayan tinggi. Minimal IPK 3.0 secara konsisten.
Bagaimana dengan mereka dari keluarga ekonomi menegah ke bawah tapi anaknya juga ga terlalu pintar? Masih ada PTPTN, lembaga ini memberikan pinjaman untuk biaya kuliah plus biaya hidup sampai lulus. Syaratnya pun sangat mudah, cukup menunjukkan kartu warga negara Malaysia dan IPK tidak boleh kurang dari 2.0. Pinjaman dari lembaga ini bersifat terbuka tanpa birokrasi yang rumit, semua warga Malaysia boleh mengajukan dan pasti diterima.
Kami sebagai rakyat sangat bermimpi suatu saat di republik ini ga ada lagi alasan bagi anak-anak muda yang tidak bisa kuliah. Saat ini, yang mendapat beasiswa mungkin adalah orang-orang pandai dan beruntung. Namun, ada banyak semangat yang patah karena berkali-kali gagal lolos seleksi penerima beasiswa. Dengan potensi kekayaan Indonesia yang sangat melimpah dibanding Malaysia, kami sangat yakin bahwa sebenarnya negeri ini mampu melampaui negara tetangga.

2. Kesehatan
Kami sudah bersyukur ada asuransi kesehatan. Namun di lapangan, pelayanan terhadap pemegang kartu 'gratis' ini sangat jauh berbeda dengan yang VIP. Kami tak masalah ditempatkan dalam satu ruangan, asal obat dan pelayanan yang diberikan sama dengan mereka yang mampu membayar kamar VIP. Di Malaysia, pembeda antara VIP dan biasa hanyalah tempatnya. Jadi tidak ada cerita seperti di negeri ini, pemegang kartu 'gratis' sembuhnya lebih lama.
Teman kami pernah masuk salah satu rumah sakit di Malaysia. Dari sana kami tau perbandingan antara warga asing dan warga Malaysia. Jika memegang kartu warga Malaysia, biayanya hanya 1 ringgit (3,400 rupiah) namun jika yang ditunjukkan adalah paspor, maka biayanya adalah 50 ringgit (170 ribu rupiah) untuk sekali masuk. Belum termasuk biaya obat.
Teman kami pernah sakit parah, pendarahan otak. Harus opname, scan 3 dimensi dan ragam pemeriksaan yang kami fikir akan menelan biaya sangat mahal. Namun berhubung dia ini warga Malaysia, maka biayanya sangat murah dan bagi kami yang orang Indonesia terkesan tidak masuk akal. Untuk rawat inap selama 7 hari dengan segala macam pemeriksaan, hanya dikenakan 972 ringgit atau sekitar 3 juta rupiah. Orang tua kami yang pernah dirawat di rumah sakit kabupaten, permalamnya saja dikenakan 500 ribu rupiah (sudah termasuk obat). Tapi itupun hanya tidur dengan infus, di kamar VIP yang ada TV, kulkas dan AC. tidak ada pemeriksaan lab, ronsen dan sebagainya. 
Sungguh perbandingan yang sangat gila. Tapi inilah kenyataanya, saya yakin bapak sudah memikirkanya. Kami tak terlalu mengerti tekhnis seperti alat-alat kesehatan rumah sakit yang masih dikenai pajak oleh pemerintah. Entah itu benar atau tidak, sebagai rakyat kami memohon keringanan beban. Soal caranya, kami yakin bapak lebih mengerti dari kami.

3. Haji
Kami pernah mendaftar haji beberapa tahun yang lalu, dan alhamdulillah sudah berangkat. Saat kami tiba di tanah suci, kami harus bersabar mendapat hotel dengan jarak 2 Km. Luar biasa. Tapi karena tekad ibadah, dan niat yang sudah bertahun-tahun kami pupuk, 2 Km terasa dekat. Kami sebenarnya tak akan mengeluh jika kami ga bertemu dengan jamaah dari Malaysia. Mereka hanya cukup berjalan sekitar 200 meter untuk sampai di masjid. 
Setelah kami cari tau, rupanya jamaah dari Malaysia ini setiap tahun memang di hotel tersebut. Menurut beberapa teman, katanya pemerintah mereka sudah membeli hotel di sana. Jadi mereka tak perlu sibuk mencari hotel setiap tahunya. Biayanya pun terjangkau, atau katakanlah sama tapi fasilitasnya sekelas ONH. Membaca viai bapak yang bertekad membentuk lembaga tabung haji seperti di Malaysia, kami sangat berharap dan menunggu hal tersebut bisa segera terlaksana.
Ada lagi soal dana haji. Meski kami sudah membayar biaya keseluruhan, nyatanya kami masih harus menunggu sekitar 5-7 tahun. Bahkan kabae terbaru harus menunggu 10 tahun. Kami tau rakyat yang mendaftar itu banyak, dan dana yang terkumpulpun otomatis triliunan. Andai uang tersebut masuk deposito, pertahun 6.5% maka lumayan juga kalau mengendap sampai 5 tahun. Kami berprasangka baik, namun sulit sekali diterima akal kalau kami tidak mendapat keringanan dari hal tersebut. Semoga di pemerintahan bapak, hal ini bisa ada perubahan.

4. Fasilitas Publik
Di kampung kami, jalan utama masih tidak diterangi lampu. Belum lagi jalanan yang hanya tembel sana sini setiap tahunya. Bukanya bagus, tapi malah tambah bergelombang. Sebenarnya tak perlu perbaikan setiap tahun, cukup sekali tapi dikeruk seperti membuat jalan baru. Dengan mesin terkini, bukan lagi tradisional mengandalkan tenaga murni manusia.
Lebih baik sekali melakukan perbaikan dan bisa tahan 5 tahun, daripada setiap tahun tapi cuma tembel kanan kiri yang hanya bertahan selama beberapa bulan.

5. Pemerataan
Di Madura, ada beberapa pulau kecil kabupaten Sumenep yang masih tidak tersedia sekolah. Anak-anak harus dititipkan ke keluarga di pulau yang memiliki sekolah, karena tidak mungkin menyebrang setiap hari selama 2 jam dengan biaya yang lumayan. Saya yakin bapak sudah pernah dengar cerita ini, karena media sudah cukup sering memberitakan. Dan ini tidak terjadi di Madura saja, tapi di banyak pulau terpencil dan terluar.

6. Ekonomi Nasional dan BBM

Kami sebagai rakyat sering dipusingkan dengan kenaikan harga BBM. Karena kalau sudah naik, maka semua harga kebutuhan melonjak naik. Tapi gaji kami yang bekerja di perusahaan, tetap. Kami ingin hal ini tidak terjadi lagi, atau setidaknya berkurang.
Sebagai rakyat yang hanya bisa bermimpi, kami ingin ini terjadi. Kami berharap ada perubahan besar-besaran seperti peralihan dari minyak tanah pada gas di era SBY. Sekarang rakyat sudah nyaman menggunakan tabung gas. Meski awalnya pemerintah sempat harus memberikan gas dan kompornya secara gratis.
Mungkin kita juga harus melakukan hal yang sama untuk kendaraan. Merubah bahan bakar kendaraan. Lagi-lagi, secara tekhnis bapak pasti lebih mengerti. Kami menunggu perubahan tersebut.

7. TKI
Kami melihat masalah TKI sudah sangat rumit. Tapi mencegah mereka berangkat, juga tidak mungkin. Karena cara masuk ke Malaysia sungguh terbuka dan bisa melewati banyak alternatif.
Sampai saat ini mereka berjuang sendiri. Tanpa perlindungan dan pengakuan, tapi tetap setia pada negeri ini dengan mengirim uang untuk keluarga di kampung setiap tahunya. Kami pernah melakukan penelitian non-formal dengan cara bertanya dan bercerita. Rupanya masalah utama mereka adalah legalitas.
Yang salah dari teori pemerintah dan para elit adalah ingin menyeleksi, memberikan pelatiha dan sebagainya. Yang sebenarnya itu tidak akan menyelesaikan masalah, karena rakyat kita bisa berangkat sendiri dan mendapat kerja meskipun tanpa pelatihan.
Mereka hanya butuh legalitas. Pembuatan visa yang lebih mudah. Terus terang kalau ini saya jelaskan, mungkin tulisan ini akan sangat panjang. Lebih asyik rasanya kalau kita bertemu dan saya bisa bercerita lebih banyak dari yang bisa saya tuliskan.
Yang jelas kami pernah bekerja sama dengan bapak Hatta Rajasa untuk membantu pelegalan massal di Malaysia. Namun karena kemampuan kami yang terbatas, hanya mahasiswa, jadilah banyak birokrasi yang sulit kami tembus. Kami mengapresiasi niat baik bapak Hatta Rajasa yang meluangkan waktu dan materi untuk datang langsung blusukan ke Malaysia. Semoga ke depan, hal ini bisa ditingkatkan sehingga permasalahan TKI ilegal benar-benar selesai. Karena status ilegal inilah yang mencoreng hargat martabat bangsa, sekaligus awal dari segala permasalahan TKI.

8. Pemanfaatan SDM
Para pelajar kita sudah banyak sekali menerima penghargaan internasional terkait ide kreatif dan inovasinya. Tapi mengapa tidak kita produksi massal untuk kebutuhan bersama? Sudah terlalu banyak rakyat kita yang dieksploitasi oleh negara asing, dan kita membeli produk yang mereka hasilkan dengan harga impor. Jika bapak terpilih, kami berharap hal ini tidak teulang lagi. Beri mereka kesempatan untuk pulang dan berkarya di negerinya sendiri, dengan begitu kita tidak lagi menjadi negara pengimpor.
Mungkin sekian dulu dari kami sebagai rakyat biasa, sebenarnya masih banyak bahasan serius yang ingin kami sampaikan, tapi takutnya kami akan berteori salah dan sok tahu kalau tidak mendiskusikanya secara langsung dengan bapak. 
Salam hormat dari rakyat biasa yang masih terus berharap Indonesia lebih baik.
sumber http://indonesiana.tempo.co/
Share this article now on :

Posting Komentar

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( :-p =))

Silahkan Copy Paste Artikel ini jika dianggap bermanfaat, tetapi dengan menyertakan Link Sumbernya (link hidup).