3 Maret 2014

Hanung Luput Potret Dialektika Soekarno Sebagai Politisi


Film "Soekarno: Indonesia Merdeka" juga dinilai melewatkan sejumlah hal penting mengenai kehidupan Soekarno, presiden pertama Indonesia itu. Sutradara Hanung Bramantyo dinilai melewatkan beberapa bagian penting dalam kehidupan Soekarno terutama sisi sebagai politisi.

Willy Aditya, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, menyatakan film itu kurang menggali kehidupan Soekarno saat tinggal di rumah HOS Tjokroaminoto dan saat merintis pengorganisasian di Bandung. 

"Hanung menandai semangat keberlawanan Soekarno ketika diusir dari rumah seorang Noni Belanda, lalu dalam film digambarkan dia kemudian mengucapkan ikrar," kata Willy saat dihubungi VIVAnews, Jumat 13 Desember 2013. 

"Padahal jauh sebelumnya, sudah ada diskusi dan aktivitas mendengarkan pengajaran Tjokroaminoto," kata Willy yang menyelesaikan skripsi S1 di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada dengan tema Filsafat Politik Soekarno itu. Justru, kata Willy, dialektika di rumah Tjokroaminoto ini yang banyak membentuk pemikiran Soekarno.

Kemudian, Hanung juga kurang menggambarkan kehidupan Soekarno saat di Bandung. "Tidak diceritakan soal Soekarno dan Ibu Inggit (istri Soekarno, Inggit Garnasih--red), pergi menemui rakyat, melakukan pengorganisasian dan berdiskusi," kata Willy.

Momen di Bandung ini begitu penting karena Soekarno sendiri, kata Willy, menyebut guru dalam hidupnya adalah Douwes Dekker, bukan justru HOS Tjokroaminoto. Dekker yang mengajarkan Soekarno tentang pentingnya pengorganisasian dalam perjuangan.

Kemudian, juga ada masa ketika Soekarno cuti kuliah di Bandung ketika HOS Tjokroaminoto yang juga ayah mertuanya masuk penjara. "Soekarno pulang ke Surabaya, bekerja di stasiun kereta, menjadi tulang punggung keluarga," kata Willy yang kini terdaftar sebagai calon anggota DPR nomor urut 1 dari daerah pemilihan Jawa Barat VII itu.

Sementara dari sisi humanisme, menurut Willy, Hanung tak menggambarkan sosok Soekarno sebagai penyayang anak-anak. Saat Soekarno dipenjara, kata Willy, pernah marah besar kepada Inggit yang tak membawa anak saat menjenguknya. 

Soekarno, kata Willy, sebagai tokoh besar memiliki sisi emosional yang adakalanya butuh orang lain di sisinya. Dan orang yang paling banyak mengisi sisi emosional itu adalah Inggit. "Penulis Ramadhan KH banyak menulis soal sisi-sisi Inggit," kata Willy.

Kemudian dari sisi sejarah, Willy melihat ada beberapa tokoh yang tak kelihatan dalam film itu. "Ada Tan Malaka, M Yamin, yang juga berperan banyak dalam proses pendirian republik ini," kata Willy.

Terlepas dari sejumlah hal itu, Willy menyatakan ada beberapa hal yang patut diapresiasi dari film garapan Hanung ini. Willy juga menegaskan, Hanung atau pun sineas secara umum berhak menggambarkan Soekarno sesuai intrepretasinya sejauh tidak melecehkan atau menghina. "Nasdem mendukung kebebasan berekspresi para pembuat film," katanya.

Dua hari tayang di bioskop, film "Soekarno: Indonesia Merdeka" produksi Mulivision Plus terancam ditarik dari peredaran. Putri Bung Karno, Rachmawati Soekarnoputri, menuntut Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengeluarkan surat perintah untuk menariknya.

Rachmawati yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Partai Nasdem itu menyampaikan itu dalam konferensi pers di Universitas Bung Karno, Jakarta Pusat, Kamis, 12 Desember 2013. Sejak awal, ia sudah tak setuju film itu dituntaskan produksinya. Ada beberapa poin yang menurutnya melanggar perjanjian dengan pihak Multivision Plus.

sumber http://life.viva.co.id/news/read/466035--hanung-luput-potret-dialektika-soekarno-sebagai-politisi-
Share this article now on :

Posting Komentar

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( :-p =))

Silahkan Copy Paste Artikel ini jika dianggap bermanfaat, tetapi dengan menyertakan Link Sumbernya (link hidup).